CERITA PENDEK BELUM SELESAI
Oleh: Bamby Cahyadi
1
Sebagai seorang penulis cerpen yang
tidak begitu produktif, terkadang kehidupan saya ini begitu membosankan. Saya
tidak memiliki suatu tempat yang nyaman untuk melakukan aktivitas menulis. Saya
pun menulis sedikit-sedikit dan pendek-pendek. Ingin sekali menulis panjang,
lantas jadi novel. Namun begitu, dalam benak saya sering melintas dan
berlompatan imajinasi tentang gambaran suatu peristiwa yang sekonyong-konyong
muncul minta dibikin cerita.
Maka apabila berkesempatan saya
tuliskan peristiwa tersebut, meski nantinya tidak selesai. Contohnya seperti
ini:
Aku memandang sinar-sinar lampu stasiun yang berpendar-pendar di antara
tiupan angin malam yang lembut, aku merasakan semua suasana ini seolah-olah
memanggil-manggil diriku.
Mendadak tiupan angin berubah mengeras dan berputar-putar menyapu dedaunan
yang gugur di permulaan musim hujan, menimbulkan suara gemerisik yang cukup
mencekam. Awan-awan tebal tetap menyembunyikan rembulan seolah mencegahnya menyaksikan
kejadian yang sebentar lagi akan berlangsung.
Awan-awan rendah menyelimuti suasana tengah malam ini, seakan-akan meredam
gaungan lonceng yang berdentang-dentang 12 kali.
Hari ini hari yang suram dan penuh kabut. Cuaca berkabut seperti ini
biasanya terjadi setiap tahun di desa kami. Menuju ke desa kami yang terletak
di titik pertemuan dua sungai, jalan yang harus dilalui begitu turun naik dan
berliku-liku menembus lereng-lereng perbukitan dengan jurang-jurang curam dan
dalam di kanan dan kiri jalan. Para pengendara kendaraan yang menempuh jalan
tersebut harus selalu ekstra hati-hati.
Berbelok ke kiri mengelilingi dasar sebuah gunung yang cukup tinggi dengan
tebing curam di sebelah kanan jalan yang diberi pagar berupa tonggak-tonggak
kayu penyelamat, sekaligus pembatas. Begitu melewati punggung gunung, langit di
sebelah kananku sekonyong-konyong dipenuhi warna merah terang menyala dan
tampak berkobar-kobar.
Sewaktu aku terbangun keadaan di sekelilingku tampak gelap gulita dan aku
mulai menyadari bahwa diriku berada dalam sebuah kendaraan yang sedang
bergerak. Tanganku terikat di belakang badanku dan begitu juga kedua kakiku.
Aku ingin sekali berteriak.
“Kalau kamu melakukannya aku akan menyumbat mulutmu!” Terdengar suara
lantang dari kursi kemudi, seolah ia tahu jalan pikiranku.
Nah, biasanya setelah itu, saya
bingung sendiri untuk menulis kelanjutannya dan mengatur alur cerita ini untuk
dituntaskan.
2
Beberapa novel atau cerpen terjemahan
yang saya baca (saya tidak membaca buku dengan teks bahasa Inggris atau bahasa
asing lainnya), saya sangat menyukai sebuah cerita dengan suasana musim salju.
Terkadang saya suka berkhayal, alangkah bahagianya apabila Indonesia memiliki
musim dingin yang bersalju, akan banyak penulis yang akan bercerita dengan
latar musim dingin bersalju ketimbang musim hujan dan senja.
Saya pun seperti latah, mencoba
menulis sebuah cerita dengan lokasi di sebuah hotel pada sebuah musim salju
entah di mana.
Pada suatu hari kegelapan musim salju jatuh lebih awal. Saat ini senja di
luar, ketika pintu hotel didorong terbuka dan seorang lelaki muda berjalan
masuk. Ia baru saja menembus deruan salju di luar sana. Pegawai hotel mendongak
melihat lelaki itu berhenti tepat di tengah lobi hotel sambil menyentakkan
kakinya dan mengibaskan sisa-sisa butiran salju yang menempel di jas lelaki
itu.
Ia seorang lelaki muda yang tampan, dengan pakaian yang rapi, sesuatu yang
menambah keperlenteannya adalah cambang yang rapi di kedua sisi dekat telinga.
Penampilan lelaki itu cukup menimbulkan rasa segan bagi pegawai hotel tersebut.
Ya, begitu saja. Kapan-kapan cerita
ini akan saya lanjutkan apabila “perlu” bukan “mau”. Maksud saya, apabila saya
perlu uang tambahan untuk hidup saya.
3
Untuk membuat saya ada, maka saya menulis.
Menulis status di media sosial pun tidak masalah. Karena sekadar membuktikan, “Saya
ada lho!” Masalahnya, saya menulis status apabila ada sesuatu hal yang memang
benar-benar saya pikirkan dan ingin saya ceritakan. Buah pikiran saya memang
tidaklah penting-penting amat. Hanya saja apabila tidak saya tuliskan
mengakibatkan rasa penasaran tentang sesuatu yang saya pikirkan itu akan
menghantui.
Tentu sebagian besar dari kaum lelaki
pernah bermasturbasi, saya pun demikian adanya. Pengalaman pertama tentu saja
tak akan terlupakan. Terus terang saya ingin ceritakan saat-saat pertama
melakukannya. Dan saya tuliskan begitu saja.
Napasku berembus cepat dalam kesunyian, dan yang bisa kulakukan adalah
menutup mata. Satu sentuhan tanganku pada batang kemaluanku hampir meledakkan
jantungku. Denyut jantungku berdentam-dentam di dalam dada. Aku tidak pernah
merasakan gairah semacam ini. Aku merasakan gelombang kenikmatan yang begitu
intens dibandingkan apa pun yang pernah aku rasakan sepanjang hidupku. Rasanya
begitu sempurna disentuh seperti ini, tanganku membelai kemaluanku sendiri.
Sebuah pelepasan memancarkan kemana-mana. Aku merasakan kepuasan itu dari
ujung-ujung jari kaki hingga ke ubun-ubun kepala.
Ada hal yang luput dari saya,
teman-teman di media sosial tidak melulu isinya manusia dewasa yang cukup paham
akan isi tulisan saya. Ada juga beberapa bocah yang mendadak terangsang setelah
membaca status saya itu, ketika itu saya merasa sangat bersalah.
4
Saya bekerja di industri makanan cepat
saji. Untuk mendapatkan hari libur yang tepat atau mengambil masa cuti yang pas
bukanlah perkara mudah. Kami harus menyesuaikan jadwal libur atau cuti dengan
hari-hari sepi, atau bulan-bulan sepi di mana tidak ada transaksi penjualan
yang signifikan terjadi di restoran.
Jadwal kerja yang padat seringkali
menimbulkan keluhan-keluhan tak berguna. Karena meskipun mengeluh, toh
pekerjaan ini tetap saya lakoni dengan penuh hati. Beruntung saya penulis,
sebagai ungkapan keinginan untuk berlibur, jadilah sebuah cerita yang
imajinatif.
Hal terakhir yang aku ingat adalah wajah perempuan itu yang mendekat, dan
sepertinya ia mengedipkan sebelah matanya. Ia menggelengkan kepalanya. Ia
berkata sesuatu, tapi suaranya terdengar sangat jauh.
Hal terakhir yang aku lihat, pola renda pada celana dalam perempuan itu
akan maninggalkan tanda pada bokongnya dan melekat dalam ingatanku. Ia memakai
bra biru dengan warna senada, dan tank top warna putih yang berpotongan sangat
rendah sehingga memperlihatkan sebagian besar hiasan pada bra-nya.
Aku merasa bagai sebuah boneka bertali yang tiba-tiba dipotong benangnya.
Tubuhku terkulai. Tidaklah gampang menjelaskan kepadanya mengapa aku perlu
pergi dari tempat ini ke suatu tempat di tempat lain. Kali ini aku hanya
mengatakan kepadanya bahwa aku ingin sekali berlibur. Berlibur ke suatu
masa, entah kapan?
NB: Tank top, bra dan celana
dalam perempuan sesungguhnya sumber inspirasi bagi saya. “Itu pikiran cabul!”
kata istri saya, ketika membaca sepenggal cerita tak selesai ini.
5
Kata siapa, saya suka hari Senin?
Meski bagi saya pergantian hari dari minggu ke bulan ke tahun sama halnya
dengan manusia yang bernapas secara terus menerus, bagi saya hari Senin adalah
awal tumpukan masalah. Membuat hari Senin-mu indah, bacalah sepotong kalimat
ini:
Hari Senin. Pada pagi hari orang-orang bergegas berlalu-lalang
menuju suatu tempat. Dari dalam kendaraan berkelebatan kata-kata samar pada
papan-papan iklan dan nama-nama toko yang dituliskan warna-warni. Pada malam hari, cahaya lampu
dari kendaraan bermotor memendar menimbulkan bayangan-bayangan aneh namun hidup.
Kadang-kadang di antara jam 9 dan 10 pada pagi hari yang sama, seorang
tukang cukur duduk-duduk di kursi cukur dalam ruangannya di jalan Tebet Raya,
ia duduk sambil membaca koran dengan gaya malas-malas. Sesekali ia memandang
keluar jendela, melempar pandangan mencari pelanggan. Seorang lelaki muda
tiba-tiba saja sudah masuk dengan perlahan-lahan sehingga tukang cukur itu
tidak menyadari keberadaannya dan tidak mendengar pintu ruang cukur dibuka
seseorang. Lelaki muda itu berkulit putih dengan cambang dan kumis yang tampak
tak beraturan, juga rambut yang tak rapi, sehingga memang sepertinya perlu
dipangkas. Tukang cukur melonjak dan terburu-buru menyambut pelanggan dengan
sopan. Ia berhenti dari keasyikan baca koran sambil duduk malas-malas, ia kini sibuk
bekerja memangkas rambut dan merapikan cambang serta kumis pelanggannya itu.
Seperti biasa, saya bingung sendiri
untuk menentukan kelanjutan cerita. Bagaimana plot cerita nantinya akan menghadirkan
karakter pada tokoh cerita. Jangankan mengembangkan plot dan tokoh,
melanjutkannya saja, malasnya minta ampun. Ya, itulah sebab saya kerap menghasilkan
cerita-cerita gagal yang tak pernah selesai, yang kini tengah Anda baca.
6
Bagian ini bukan cerita gagal, akan
tetapi sebuah curhat. Agar seolah-olah ini bagian dari cerita, maka saya
miringkan saja font tulisan ini.
Aku tidak pernah punya ambisi dalam kesusastraan. Demi Tuhan, seandainya
seseorang menyarankan aku untuk menjadi penulis yang menulis tentang lokalitas
(kearifan lokal) atau cerita berlatar belakang budaya tradisional suatu daerah tertentu,
aku akan menertawakan diriku sendiri dan si pemberi saran itu. Maaf, aku hanya
bercanda. Alasan yang paling masuk akal, aku tak menulis tentang kearifan
lokal, karena aku tak menguasainya. Meski hal itu menjadi kekuranganku selaku
penulis tentunya. Aku menulis dan bercerita tentang sesuatu yang benar-benar
aku ketahui. Itulah realitanya, sejak kecil hingga dewasa, aku tidak pernah
menetap untuk periode waktu yang lama di suatu daerah atau tempat, sehingga aku
tak mahir bertutur soal kearifan lokal.
Banyak penikmat sastra yang sering berseloroh gaya prosaku, termasuk para
redaktur, tema cerpen yang kutulis dan suguhkan. Mengejek dengan halus bahwa
aku penulis yang lugas, padahal maksudnya adalah aku miskin diksi dan metafora.
Apakah benar? Setidaknya hal itu memicuku untuk selalu belajar, belajar dari
siapa saja. Memperbanyak membaca buku sastra dan teori-teori kesusastraan yang memang
belum kukuasai secara paripurna.
Saya memang menulis dengan hanya
mengandalkan segenap kenangan, kesenangan, sedikit talenta untuk bergenit-genit
dan menguji intuisi otak saya agar terus perpikir agar tidak menjadi gila atau
bunuh diri. Padahal saya takut mati. Ha..ha..ha! ***
Jakarta,
02-02-2016
Bamby Cahyadi.
Lahir di Manado. Berkerja di sebuah restoran cepat saji di Jakarta. Kumpulan
Cerpen terbarunya, Perempuan Lolipop
(2014).